Pertama: Melalui Bangsa Maju
Abad ke-21 ini memang era yang ajaib, sebuah era di mana orang-orang kafir berbondong-bondong masuk Islam. Eropah sudah mengalami pemurtadan Kristen, ramai yang masuk islam, hingga menurut Greet Wilder, jumlahnya sudah 54 juta orang.
Sementara bangsa-bangsa bukan muslim di Eropah sebentar lagi pupus. Sebab mereka kebiasaannya tidak mahu mempunyai anak. Bayangkan, sebuah peradaban mempunyai pandangan untuk tidak punya anak. Dengan data dan rumus tertentu, kita dapat mengira bila mereka akan musnah, seperti gajah Afrika, dugong, dan panda di Cina.
Maka khabar gembira Rasulullah SAW bahawa umat Islam akan menguasai Eropah sudah terjawab hari ini. Setidaknya kita sudah merasakan secara tidak langsung bagaimana era muslim itu segera muncul.
Kedua: Melalui Bangsa Muslim
Yang masih menjadi tanda tanya besar adalah bangsa-bangsa muslim sendiri. Mereka memang sudah pernah mengalami kejayaan peradaban, Kalau secara ketenteraan, bukan pilihan yang sesuai, sebab semua unsur kekuatan ada di tangan musuh. Hampir 50 tahun perang melawan barat, bangsa-bangsa muslim tetap saja tetap di bawah kuasa mereka. Secara fizik kita tidak dijajah, tapi secara teknologi, ekonomi, politik, demokrasi, management dan life style, kita memang sangat terjajah.
Dalam pandangan saya, kalau sekadar menguasai teknologi, rasanya tidak ada masalah. Nyaris semua teknologi yang ada di barat sana, sudah dapat kita terapkan di sini.
Bahkan juga banyak para expert dan pakar di bidang teknologi di Negara ini. Di Jepun banyak mahasiswa muslim yang sekarang ambil PhD dari bermacam bidang keahlian. Ada yang ahli nuclear, enginering, pertanian, komputer, mesin dan seterusnya.
Orang pintar dari bangsa kita yang muslim ini tidaklah sedikit. Nyaris semua kota di Jepun yang ada perguruan tingginya, diisi oleh para mahasiswa genius dari bangsa Muslim. Mereka muslim dan sangat terjaga quality keIslamannya, termasuk juga perihatin yang amat besar dalam masalah penerapan syariah dalam kehidupan.
Kalau difikir-fikirkan, keadaan mereka ini saja sudah menjadi modal dasar untuk membangun teknologi di negeri kita. Dan secara perkiraan sederhana, kita dapat saja membangun peradaban secara fizik menyamai Jepun. Bahkan kalau perlu lebih maju dari Jepun.
Kita boleh saja membuat Shinkansen (kereta api) yang lebih cepat dengan kelajuan 450 km per jam. Teknologinya dapat dibuat dengan mudah. Bahkan para bines man pasti berebut untuk mendanai, sebab pasarannya mengaut keuntungan yang mengiurkan. Dan itu sudah dibuktikan di Jepun, sejak tahun berdiri negara hingga kini mereka hanya tinggal menikmati keuntungannya.
Titik Pangkal permasalahannya
Yang jadi masalah buat bangsa muslim kita ini justeru pada mentalnya. Tidak ada teknologi baru yang masuk dan didirikan.
Berbeza dengan mental orang Jepun, di mana mereka telah membuat plan untuk menyiapkan projek 'pengambil-alihan' teknologi. Ketika Jepun dulu belum dapat membuat kenderaan, mereka kirim mahasiswa ke Amerika. Mereka juga beli beberapa kenderaan untuk sample. Lalu mesin-mesin kenderaan itu dibawa pulang ke Jepun untuk dibedah dan dipelajari.
Awalnya tiruan itu masih belum bagus, kerana ada beberapa kompnen yang ternyata perlu alat yang tinggi. Hasil awalnya masih seperti motor-motor Cina yang kita kenal. Mudah rosak dan cepat hancur.
Tapi lama-lama, mereka dengan tekun terus berjuang sehingga akhirnya menjadi industri otomotif terkemuka di dunia. Bahkan bangsa Amerika pun mengimpor mobil dari Jepun..
Jadi yang membezakan antara Malaysia dan Jepun justeru pada mental dan pola fikir para penguasa. Bukan sekadar urusan iman dan ibadah. Sia-sia hanya mempunyai iman tinggi tapi tidak membuat perubahan dalam bentuk sikap dan mental.
Iman Teori
Model iman bangsa-bangsa muslim kebanyakan hanya sebatas teori tauhid rububiyah dan uluhiyah, itu pun hanya sekadar hafalan di buku pelajaran. Atau sekadar dapat untuk menghukum orang lain sebagai ahli bid'ah dan ahli syirik.
Tapi iman model begitu itu tidak menghasilkan sesuatu yang produktif dan dapat membangun peradaban. Itulah kenapa bangsa Jepun sampai hari ini belum lagi kita lihat tertarik masuk Islam.
Tapi Sebaliknya, kerana ada sekian banyak sunnatullah yang saat ini kita tidak penuhi. Misalnya, bagaimana rasuah berjemaah itu masih saja menjadi 'agama' bangsa kita. Termasuk juga penyalahgunaan jawatan dan sewenang-wenangnya megambil kesempatan untuk mengumpulkan kekayaan pribadi dengan jawatan. Dan yang susahnya, mereka ini justeru yang menjadi penghalang kemajuan dari segi teknologi.
Kita juga masih dapat saksikan bagaimana para pejabat dan penguasa masih asyik dengan menjual asset rakyat. Minyak bumi, emas, bahkan insdustri besar yang susah payah dibangun, semua dijual dengan harga seperti di kaki lima.
Jadi kendala kita yang sebenarnya adalah negeri kita dipimpin oleh orang 'jahat', tapi 'orang jahat' itu adalah diri kita sendiri. Jika 'orang jahat' itu diganti, para penggantinya pun cenderung jadi jahat juga. Intinya cuma ganti saja, siapa yang jadi penjahat. Hari ini si fulan jadi tokoh jahat, besok pengantinya,dan lawan politiknya yang jadi penjahat, dan seterusnya.
Rupanya jawatan itu seringkali mengubah orang jadi jahat. Terkadang orang yang tadinya baik, begitu jadi orang pejabat akhirnya ikut juga jadi jahat.
Wallahu a'lam bishshawab..
Label: artikel
Catat Ulasan
<< Hadapan