Jawabnya adalah tepat sekali. Bila fatwa haramnya rokok dikeluarkan secara tiba-tiba, maka pasti muncul goncangan yang dahsyat. Itu pasti dan tidak mungkin dapat terhindari.
Namun mana ada Al-Quran mengharamkan sesuatu dengan cara tiba-tiba? Haramnya khamar memerlukan empat tahapan pengharaman, dari sekadar menyindir hingga haram keseluruhannya. Haramnya riba juga mengalami proses yang sama. Termasuk proses pembebasan manusia dari perhambaan.
Maka untuk menghindari masyarakat dari bahaya asap rokok, perlu dilakukan dalam proses jangka pendek dan jangka panjang. Serta menggunakan sistematik yang komprehensif, menyentuh semua bidang kehidupan serta melibatkan semua elemen.
Perlu difikirkan pengalihan kerja para petani tembakau dan buruhnya juga. Perlu difikirkan perubahan, industri rokok menjadi industri yang lainnya. Termasuk para penyalur, pembeli dan penjual.
Harus ada kebijakan dari pihak penguasa dan proses yang baik, agar semua proses itu dapat berjalan dengan sempurna dan lancar. Misalnya dalam jangka waktu 10 tahun ke depan. Mulai dari ulama yang membuat fatwa, ahli pertanian yang menemukan tanaman pengganti tembakau yang lebih menguntungkan petani, juga ahli hokum, diperlukan bekerja secara sistematik, terpadu dan terintegrasi.
Mungkin visi dan misi penghilangan rokok harus dipimpin langsung oleh President yang mengharamkan rokok untuk semua menterinya. Lalu semua menteri mengharamkan rokok buat semua pejabat yang berpangkat 1, 2 dan tiga. Lalu terus ke bawah hingga tingkat yang paling rendah. Boleh saja dimasukkan ke dalam syarat penerimaan jabatan pertahanan awam dan tentera serta polis, adalah orang yang tidak merokok. Hatta penerimaan mahasisiwa/wi
Haramnya Rokok
Haramnya rokok bukan kerana kenajisannya seperti haramnya kita makan babi atau bangkai. Juga bukan kerana effect menghilangkan kesedaran dan kewarasan, sebagaimana haramnya kita minum khamar.
Tetapi kerana ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-akhir ini menemukan bahaya asap rokok yang serius dan sangat mematikan. Sebuah penemuan yang sangat baru dan untuk jangka waktu yang panjang belum pernah disedari oleh manusia.
Walhasil, kalau di kitab-kitab fiqih klasik tidak pernah dibahas tentang haramnya rokok, kerana manusia saat itu belum mengenal hakikat racun asap rokok. Yang mereka kenal hanyalah bau mulut akibat rokok, sehingga hukumnya paling jauh sekadar makruh.
Kalau hari ini kita masih melihat banyak ustaz yang asyik menyedot asap rokok, barangkali kerana mereka tidak mendapatkan up-date terbaru soal informasi bahaya asap rokok. Dalil yang mereka pakai masih dalil yang klasik dan ketinggalan zaman.
Namun para ulama yang celik informasi dan mengerti teknologi dan ilmu pengetahuan, biasanya akan cepat menyerap informasi dan cenderung menghindari diri dari asap rokok. Baik sebagai perokok aktif mahu pun sambilan.
Ketika kalangan ahli menemukan formalin banyak dibahan makanan, serentak orang berhenti memakan makanan yang mengandung formalin. Ketika borax ditemukan dalam makanan kita, orang-orang pun segera berhenti memakannya. Mengapa mereka dapat begitu bersatu dan serentak berhenti makan formalin, boraks dan sebagainya?
Kerana mereka tahu betapa berbahayanya zat-zat itu untuk tubuh. Saat itu, tidak ada orang yang kebingungan tentang ribuan pekerja yang akan menganggur kerana kerja di bidang pembuatan makanan yang mengandung zat berbahaya itu. Orang-orang lebih mementingkan kesehatan masyarakat yang lebih luas, daripada memikirkan nasib pekerja yang akan menganggur.
Tahu BahayaTapi Tetap Merokok
Tapi ternyata tidak semua orang faham dengan ilmunya. Meskipun mengaku sebagai orang pandai, cerdas dan berilmu pengetahuan.
Bukankah banyak dokter yang tidak dapat menghentikan kebiasaan merokoknya? Padahal mereka orang yang paling tahu bahaya racun asap rokok. Mereka adalah orang yang mengajarkan kepada manusia bahawa rokok itu racun dan berbahaya bagi kesehatan, bukan sekedar berbahaya, tetapi bahaya yang amat serius.
Kalau dokter ada yang merokok, maka siapa yang dapat menjamin bahawa masyarakat awam tidak merokok? Sedangkan fatwa haram rokok milik para ulama dengan dalil dari ilmunya para dokter.
Bukankah tidak sedikit para dokter yang juga minat minum khamar? Padahal mereka tahu bahaya khamar, jauh lebih tahu dari para ulama.
Jadi masalahnya sekarang buat sebahagian orang, memang bukan terletak pada ketidak-tahuan, melainkan kemampuan diri untuk menahan hawa nafsu. Di situlah titik masalahnya.
Siapa kata para lelaki hidung belang dan para wanita penjaja kenikmatan seks tidak mengerti penyakit kelamin yang sangat menyakitkan? Justeru mereka adalah orang paling tahu bahaya seks bebas. Tapi hawa nafsu mengalahkan mereka. Jadi urusannya memang bukan seseorang itu tidak tahu adanya bahaya, tetapi kerana seseorang sudah tidak mampu menahan gejolak syahwatnya sendiri.
Ketika seseorang masih saja merokok, ada dua kemungkinan penyebabnya. Pertama, dia tidak tahu bahaya asap rokok. Kedua, mungkin dia tahu, tapi dia tidak mampu menahan syahwat merokoknya.
Wallahu a'lam bishshawab,
Label: artikel
Catat Ulasan
<< Hadapan