Lihat dan perhatikanlah perkataan Harits. Ia seorang soleh yang menyedari betul bahawa dirinya akan bertemu dengan Allah swt. Kerana itu, ia meletakkan progam untuk dirinya sendiri kerana la juga pasti tidak pernah lepas dari pandangan Allah swt. Allah swt berfirman, "Dan dia bersama kalian dimana pun kalian berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." ( Al Hadid :4) Harits telah menjadikan Allah swt selalu ada di kelopak matanya, dan ia sedar bahawa Allah swt pasti? Memantau semua tindakan dan prilakunya. Jika keadaan seperti itu sudah dimiliki, Bagaimana pula seseorang, akan berani bermaksiat kepada-Nya? Pertanyaan seperti yang dilontarkan Rasulullah saw sesungguhnya adalah pertanyaan yang dapat kita Iontarkan kepada diri kita sendiri.
Harits pun menjawab pertanyaan Rasulullah saw dengan penuh keyakinan dalam dirinya, Kerana diri sendirilah yang paling tahu keadaannya yang sebenarnya, bukan orang lain. Jadi, bagaimana agar kita terdorong dan mahu "bercermin” kepada diri kita sendiri.
1. Fahami keuntungan yang didapati dari dialog dengan jiwa.
Banyak arahan Allah swt dan Rasulullah saw yang mengajak seseorang untuk menyedari keadaan dirinya sendiri. Misalnya seperti hadits Rasulullah saw tentang sikap seorang mukmin yang memandang dirinya selalu dalam keadaan kurang dari ketaatan yang seharusnya dia lakukan. Rasulullah saw mengatakan bahawa seorang mukmin memandang dosanya yang sedikit seperti gunung yang akan jatuh menimpa dirinya. Sedangkan orang kafir memandang dosanya seperti melihat seekor lalat yang hinggap di hidungnya, Ialu diusirnya hingga lalat itu pergi.
Sofyan Ats-Tsauri salah satu ulama generasi Tabi’in pernah merenung pada dirinya sendiri dan mengatakan, "Suatu hari aku duduk menghitung dosa-dosaku. Ternyata jumlahnya 21 ribu dosa. Lalu aku katakan kepada diriku, "Wahai diriku, apakah engkau akan bertemu Allah swt dengan 21 ribu dosa? Apakah engkau akan berdiri di hadapan Allah swt dengan 21 ribu dosa? Apa yang akan engkau katakan? Demi Allah, kulit wajahmu akan terkelupas seluruhnya ketika engkau menyampaikan dosa-dosamu di hadapan Allah. Wahai diriku, itu dosa yang aku ingat. Bagaimana dengan dosa yang telah dihitung Allah tapi engkau lupa terhadap dosa itu?" Banyak orang yang matanya tertutup dari kemaksiatan yang dilakukan, Ialu di pagi harinya, mereka juga sudah melupakannya.
Tapi Allah swt tentu tidak akan melupakannya. ltulah sebabnya Sofyan Ats-Tsauri juga pernah mengatakan, "Demi Allah, aku akan melakukan istighfar untuk satu persatu dosa yang telah aku lakukan. Kita perlu duduk dengan diri sendiri untuk mengingat-ingati dosa yang dilakukan dan memohonkan ampun atas dosa itu. Dan dosa tidak dapat dihapus kecuali dengan taubat. Istilah lainnya sikap ini adalah muhasabah, mengubah diri, yang tidak lain hanya dapat dilakukan melalui dialog dengan jiwa dan diri sendiri. Dialog dengan diri sendiri juga menjadikan hati selalu peka akan setiap keinginan dan Iintasan-lintasan hati yang tidak baik, Kemudian, muhasabah juga menjadikan diri kita selalu merasakan ketidakpuasan terhadap prestasi yang telah diperolehi, sehingga mandorong diri untuk selalu menambah lagi amal ibadah kepada Allah.
2. Pilih waktu yang sesuai untuk berdialog dengan diri.
Sebenarnya, tidak ada waktu yang dibatasi untuk melakukan dialog dengan diri sendiri yang dapat diistilahkan dengan muhasabah atau tafakkur. Sebahagian ulama menyebutkan sebaiknya dialog itu dilakukan setiap hari dan setiap kita menyedari ada perilaku yang keliru.
Namun ada juga para ulama menyebutkan effectnya terkait saat, fikiran kita tenang, dalam suasana yang teduh, seperti saat sebelum tidur, atau saat akan melakukan solat tahajiud di tengah malam, atau juga di antara suasana alam yang memang dapat mengajak fikiran untuk tenang dan concentrate. Masruq rahimahullah mengatakan, "Setiap orang seharusnya mempunyai kesempatan di mana ia menyendiri dan memohon ampun kepada Allah.
Label: artikel
Catat Ulasan
<< Hadapan