Ia hadir hampir dalam setiap denyut nadi gerakan dan aktiviti mahasiswa. Penampilannya sederhana. Sikapnya santun. Mudah tersenyum. Suka menyapa, perhatian, dan ringan tangan.
Saya baru mengenalnya ketika mengikuti sebuah acara seminar. Ia tampil sebagai pengisi materi. Air mukanya yang jernih dan tenang telah mampu menarik perhatian setiap pendengar. Untaian kata-katanya yang lembut, jelas dan tepat semakin menjadi daya tarik tersendiri bagi semua orang. Kata-katanya penuh ilmu dan hikmah. Bahkan guraunya sekalipun tidak kosong dari ilmu dan hikmah. Sehingga kesempatan dapat duduk dan berbual dengannya menjadi kesenangan tersendiri bagi saya.
Sangat gemar membaca, jarang setelah seharian kuliah ia sering ditemukan asyik menikmati buku-buku di Perpustakaan. Full aktiviti, kegiatannya hampir tidak terputus dan tanpa henti. walaupun demikian ia tidak pernah kehilangan kesempatan solat berjamaah di masjid, takbir pertama bersama imam. Walau sibuk, ia tidak lupa menyempatkan diri bermesraan dengan mushâf saku yang selalu ia bawa. Ia selalu tampak kuat, bersemangat dan dapat menyelesaikan setiap pekerjaan dengan baik. Kebaikan yang ada pada dirinya mendorong saya untuk ingin lebih dekat mengenalnya. Saya ingin mengetahui apa yang menjadi rahasia kekuatan semangat, ketenangan dan kejernihan hati dan fikirannya.
Menurut salah seorang teman yang tinggal serumah dengannya, bahawa ia sering menangis. Ya, ia sering ditemukan terisak menangis. Ketika ditanya kenapa ia menangis, ia berkata, "Akhi, kita hidup di dunia hanya sebentar, kematian datang bila saja, setiap amal kita akan dihisab dan saya tidak tahu apakah kelak di akhirat saya akan tergolong menjadi ahli syurga ataukah neraka."
Suatu kali ketika solat subuh berjamaah, saya berdiri di sampingnya. Dan saat itu imam membaca ayat, "Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang. Maka dia akan berteriak, "celakalah aku". Dan dia akan masuk kedalam api yang menyala-nyala(neraka). Sesungguhnya dia dahulu (di dunia) bergembira dikalangan kaumya (yang sama-sama kafir). Sesungguhnya dia yakin bahawa dia sekali-kali tidak akan kembali (kepada Tuhannya). (Bukan demikian), yang benar, sesungguhnya Tuhannya selalu melihatnya." (Al-Insyiqâq: 10-15 ). Saya mendengar ia menangis sejadi-jadinya, saya seakan-akan mendengarkan air mendidih dari rongga dadanya.
Selesai solat, saya melihat tangisan itu masih membekas di wajahnya. Hatinya begitu lembut, begitu mudah tersentuh dengan Al-Qur`ân.
Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulu kita, para Al-Salafus Sâlih. Menurut suatu riwayat, jika mengerjakan solat subuh, Umar Ra. sering membaca surah Al-Kahfi, Thaha dan surah-surah lain yang sama panjangnya dengan surah itu. Pada saat itulah Umar Ra. sering menangis sehingga tangisannya terdengar ke barisan belakang. Pada suatu ketika dalam solat subuh , Umar Ra. membaca surah Yusuf, ketika sampai pada ayat, "Sesungguhnya hanya pada Allah saya mengadukan kesusahan dan kesedihanku. " ( Yusuf : 86 )
Umar Ra. menangis terisak-isak sehingga suaranya tidak lagi terdengar ke belakang. Terkadang dalam solat tahajudnya Umar Ra. membaca ayat-ayat Al-Qur`ân sambil menangis sehingga ia terjatuh dan sakit. Inilah perasaan takut pada Allah, seorang yang apabila disebut namanya saja, akan menggetarkan dan membuat takut hati raja-raja besar.
Rasulullah Saw. bersabda, "Akar dari kebijaksanaan adalah takut kepada Allah."
Suatu hari Rasulullah Saw. melewati seorang sahabat yang sedang membaca Al-Qur`ân, ketika sahabat tadi sampai pada ayat, "Maka apabila langit telah terbelah dan menjadi merah seperti kulit yang merah." (Ar-Rahman: 37), maka bulu pembaca tadi berdiri tegak dan dia menangis terisak-isak dan berkata, "Aduh, apakah yang akan terjadi pada diriku apabila langit terbelah pada hari kiamat? Sungguh malang nasibku." Nabi berkata padanya, "Tangisanmu membuat para malaikat ikut menangis bersamamu."
Abdullah bin Rawahah salah seorang sahabat Rasulullah Saw., pada suatu hari menangis dengan sedihnya, melihat keadaan itu isterinya pun turut menangis bersamanya. Dia bertanya pada isterinya, "Kenapa engkau menangis?" isterinya menjawab, "Apa yang menyebabkan engkau menangis, itulah yang menyebabkan saya menangis." Abdullah berkata, "Ketika saya ingat bahawa saya harus menyeberangi neraka melalui shirat, saya tidak tahu apakah saya akan selamat atau tidak."
Rasulullah Saw. bersabda : "Wajah yang dibasahi air mata kerana takut pada Allah walaupun sedikit akan diselamatkan dari api neraka." Beliau juga bersabda, "Jika seseorang menangis kerana takut pada Allah maka dia tidak akan masuk neraka."
Aisyah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Adakah diantara pengikut-pengikutmu yang akan masuk syurga tanpa hisab?", "Ia" jawab Nabi. "Dia adalah orang yang banyak menangis kerana menyesali dosa-dosa yang telah ia lakukan."
Dalam kesempatan lain Rasulullah Saw. bersabda, "Ada dua jenis titisan yang sangat disukai oleh Allah, titisan air mata kerana takut pada-Nya dan titisan darah kerana perjuangan di jalan-Nya."
Sungguh masih banyak lagi riwayat yang menjelaskan penting dan bermanfaatnya menangis kerana takut pada Allah Swt. sambil menyesali dosa-dosa dan mengingat kebesaran Allah. Dan kisah-kisah diatas adalah suatu teladan bagi kita.
Ternyata air mata tidak selamanya menjadi simbol kelemahan, di dalamnya justru terdapat kekuatan, ada daya rubah yang luar biasa. Dengannya banyak pekerjaan besar dapat diselesaikan secara optimum. Terutama saat-saat bersama Al-Qur`ân, disaat sendiri mengingat dosa dan kesalahan.
Marilah kita melihat diri kita yang bergelimang dengan noda dan dosa, diri yang tidak pernah merasa takut dengan siksa Allah. Mata yang sangat jarang atau bahkan tidak pernah menangis kerana takut pada Allah. Dan mari kita hitung, sampai detik ini, sudah berapa kali air mata kita menitis kerana takut pada Allah? Kerana mengingat dosa-dosa dan kesalahan kita dan kerana mengingat siksa-Nya. Wallâhul musta`ân wa a`lam
Label: artikel
Catat Ulasan
<< Hadapan